Rabu, 18 November 2015
Menjual atau Berbagi , mengambil untung atau mengambil pahala ?
Teringat suatu hari seorang penjual asongan menawarkan radio fm mini saat menunggu bis berangkat di sebuah terminal antar propinsi. Terkejutlah diriku dengan harga yang ditawarkan hanya 15 ribu saja... wah darimana dapet untung nih anak jual radio autosearch made in cungkuok super murah pake puoooolll ? Lebih terkejutnya lagi ketika berkunjung ke toko elektronik langganan dan mendapatkan radio fm mini yg sama plek persis dipajang dengan harga 125 ribu ! Langsung aja aku bertanya kepada tacik yg punya toko , kebetulan sudah kenal lama jadi ga sungkan untuk bertanya "Ga salahh cik ? radiomu nang bungur regone mek 15 ewu looo ..."
Dan pertanyaanku membuat sang tacik mengajakku kebelakang kasir ..biar ga didengerin sama pembeli lainnya mungkin. Apa yg dijelaskan kemudian adalah hal yg mungkin membuatku sadar bahwa menarik untung besar itu belum tentu salah. Pertamanya dia menjelaskan kalau harga dari radio FM itu sebenernya nol rupiah di china karena itu adalah barang bekas yg dibuang pabrik karena over supply. Para importir elektronik di negeri tercinta ini senangnya membeli barang-barang gratis ini dan menjual murah sesampainya di pelabuhan tanpa masuk bea cukai dan harganya bisa dilelang 5000 rupiah tergantung banyaknya ambil.
"Aku punya pegawe bos...kudu tak gaji ! " ya itu jawabnya dan iya sih si penjual asongan mungkin berpikir untung 10 ribu saja sudah bisa membeli makan minum cukup buat satu hari, sedangkan pemilik toko langganan berhitung tentang gaji karyawannya yg berjumlah 10. Dan belum lagi berhitung pajak yang hari-hari belakangan ini makin gencar diterapkan. Begitu juga dengan kepercayaan si pemilik toko yg sempat di beritahu ke saya, kalau di keluarganya turun-menurun diajarkan untuk menyumbang 10% dari pendapatan ke orang lain. Lalu ... berapakah untung yang diambil dapat dikatakan "wajar" ?
"Wah cuman modal ganti resistor kebakar , user bisa ku tarik harga 300rb ...ngebul dulu bull bull " ,tulis seorang TUSER (red: tukang servis) di suatu forum fb , maklum yg rusak TV LED Model terbaru yg jika dibawa ke service centre bisa-bisa disuruh ganti modul back panel. Penulis dan beberapa orang tuser sempat berdebat tentang berapa sih harga yang pantas ? 100 rb ? 1 Juta ? Kalau menurut pengalaman penulis, pernah ketika mendapatkan servisan modul-modul perangkat telekomunikasi bisa mencapai harga fantastis "2 digit " jutaan dan itu bukan cuman satu tapi beratus-ratus modul, dengan hanya modal mengganti resistor yang harganya 100 perak ..Luar Biasa!
Balik lagi ke pertanyaan berapa sih harga saya yang anggap pantas ? Apakah saya bersalah memberikan harga terlalu mahal ? Jika dibandingkan dengan cerita tacik diawal tulisan mungkin saya sangat malu, wong saya juga melakukan hal yang sama (lebih parah faktor pengali keuntungannya), bahkan apakah saya telah membagi persen ke orang miskin ? Ya saya ga perlu beberkan kebaikan bederma yang sudah saya lakukan (karena adalah salah membahas kebaikan sendiri), ya tapi intinya saya belum seperti sang tacik.
Ilustrasi yang kontras diatas menggambarkan suatu keadaan yang sering berkecamuk dikepala saya. Seorang teman yang saya anggap sudah sukses dalam karir nya sebagai "freelancer" pernah saya ajak diskusi, ketika itu saya baru saja mendapatkan proyek yang relatif besar. Saya bercerita kalau proyek saya ini saya kerjakan bersama 3 orang teman sebagai leader dan 5 orang karyawan kasar. Dan tertawalah teman saya ini ketika saya bercerita bahwa saya harus membayar pajak dan membagi "upeti" kepada beberapa pejabat sebagaimana ciri khas bisnis amatiran di negeri ini. "Namanya aja proyek EM- EM an ..tapi kamu dapat hanya berupa JUT - JUT an kan ? , apalagi ditambah Anjrut-Anjrutan takut ama KPK...wahahahah. Liatlah aku, kerja sendiri, dibagi sendiri tanpa pajak dan upeti...walau cuman JUT-JUT an tapi kalo sering ya jadi EM - EM an ....wahahahaha " , begitu celoteh teman saya.
Terasa berat dihati ketika keesokan harinya saya melanjutkan proyek itu, dan benar saja proyek itu membuat kami merugi ! Apaa ..Rugi ? Uang iya tapi untung dapet pengalaman..Hari gini mencari pembenaran dengan alasan " dapet pengalamannya...gapapa rugi" ? Anak istri makan apa ? ya makan nasi dong.. emangnya ngirit pulsa dikit sama puasa ke salon bikin kita mati ? Yang membuat saya tetap semangat adalah senyuman para karyawan yang masih muda itu, dengan bangganya membawa motor kreditan ke kantor. Yang ini nih ga bisa terbeli dengan apapun nilai kepuasannya... Dan semangat ini membawa saya dan teman-teman dibantu karyawan yang muda-muda itu membalas kerugian di proyek selanjutnya. Anggap saja saya sudah membagi "persen" saya ke karyawan ...semoga seperti itu juga pendapat pembaca blog ini.
Kesimpulan yang diambil dari tulisan ini mungkin akan saya serahkan sepenuhnya kepada pembaca, karena pilihan ada ditangan anda tergantung cara pandang anda juga. Semoga dengan modal kepercayaan diri akan membawa kearah kehidupan yang diinginkan. SEMOGA ....