Nonton televisi kok bayar ? Pernah terdengar gak di telinga pembaca kata-kata TV harus gratis ! Ya ini realita yg saya alami sejak dulu kala masa ketika HBO ESPN STAR CARTOON NETWORK dan MTV masuk di palapa dan ternyata hanya MTV yg bertahan bebrapa bulan kemudian tanpa diacak. Juga terlintas di memory saya bagaimana kesalnya sekeluarga saat EURO 96 babak semifinal antara inggris vs jerman harus diacak SCTV. Ya itu mungkin awal dari pengacakan siaran premium - film dan olahraga di persatelitan Indonesia. Tak berselang lama Era TV berbayar muncul dengan Indovision mengudara di palapa. Lalu umpatan dan cacian para pengguna parabola pun bermunculan dimana mana , terutama saat piala dunia 2002 diacak RCTI dan harus menggunakan tv berbayar.
Gak ada yg salah kok membayar untuk menonton televisi satelit karena akan menjadi lebih mudah bagi seseorang yg tidak hobi utak atik parabola. Dapat dibayangkan tidak semua orang dapat menyeting parameter saluran tv satelit digital. Ya betul , dengan perangkat STB atau decoder yg otomatis maka channel akan langsung terupdate dan tersedia siarannya sesuai paket yg telah dibayar. Mungkin karena kita di Indonesia terbiasa disuguhkan siaran langsung GRATIS acara TV premium semacam liga sepakbola , Film block buster atau olimpiade di era 90an, jadinya ketika era 2000an terasa bagi beberapa orang, siaran TV swasta walau semakin banyak stasiunnya namun acaranya cenderung sinetron produksi lokal. Saya beruntung sekali menikmati kejayaan menonton serial TV amrik macam X files, Baywatch , Mac Gyver dsb gratis di TV UHF. Lihatlah era 2000an keatas, siaran TV amrik hanya bisa ditonton di TV kabel kecuali mau menonton tv dinihari (itupun sudah seri yg jadul). Siang harinya apa gak sekolah atau kerja?
Perkembangan televisi satelit D2H (Direct to home) di Indonesia awalnya merupakan monopoli skyvison group (indovision kemudian jadi mnc vision), tanpa persaingan yg berarti dari penyedia kabel tv kabelvision yg hanya beroperasi di kota besar saja. Layanan luas diseluruh Indonesia bahkan sampai ada berita di sebuah blog jikalau STB indovision sampai di perjual belikan di Fiji. Peluang muncul ketika UU anti monopoli mengharuskan ada pesaing di bisnis tv satelit berbayar dan ini diambil oleh astro nusantara dan telkom Indonesia. Kacaunya persaingan terlihat ketika astro nusantara di perkarakan karena telah mengeksklusifkan beberapa ch premium macam HBO, Discovery dll terutama hak siar liga inggris. Apalagi astro nusantara menjual paket dengan harga sangat jauh dibawah pesaingnya. Dapat ditebak astro nusantara yg dari malaysia di obok-obok dengan pasal-pasal ijin usaha dan harus wafat setelah 2 tahun (2006 - 2008)
Berikut ini sedikit timeline dari beberapa TV satelit berbayar yang masih dan pernah hidup di Indonesia
- Indovision - MNC Vision (Masih On Air di Ses 7)
- TelkomVision - Transvision (Masih On Air di Measat 3)
- Astro Nusantara (Wafat 2008)
- Aora (Wafat 2015 - tapi sewa transponder masih jalan di thaicom 4 sehingga FTA 9 chanel)
- Centrin (Wafat 2013)
- K vision ( Masih On air Measat 3, Telkom dan palapa - Di akuisisi MNC Group)
- Orange TV ( Wafat 2018)
- Matrix TV ( Masih On air di palapa-telkom dan ses9)
- Topas TV ( Minggat mei 2020)
- Skynindo (Masih On Air di chinasat 10)
- Big TV (OFF Air juni 2020 )
Terdapat juga layanan model Free To View dengan menggunakan receiver khusus tanpa harus membayar langganan. Siaran yg dihadirkan rata-rata bukan channel premium.
- Ninmedia (On Air di Chinasat 11)
- SMV Freesat (On Air di ABS 2A)
Ketatnya persaingan apalagi dengan munculnya siaran parabola mini ku band tanpa biaya bulanan membuat para "senior" di dunia per-satelitan berbayar harus memutar otak. Keluarlah beberapa layanan prabayar alias isi ulang yg sangat flexible dalam pengisian paket vouchernya. Pola lain adalah paket beli lepas perangkat menjadi hak milik dan mendapatkan siaran premium dalam jangka waktu tertentu. Permainan ide marketing yg saling tiru meniru ini juga terjadi di berbagai platform TV berbayar baik satelit maupun kabel. Yang terbaru adalah pola meng-gratiskan siaran tv "lokal" dan "internasional" terutama televisi swasta lokal, daerah, religi dan tv berita internasional yg memang kurang terkenal macam al jazera atau NHK. Saya kurang tau juga akan tetapi menurut analisa saya TV internasional ini memang meng-gratiskan relay siarannya.
Saling serobot pelanggan pun sangat lazim terjadi, apalagi jasa modif dari TV berbayar ke TV satelit FTV. Mengenakkan juga bagi teknisi parabola karena kerjaan akan ada terus asal mau memasang muka tembok saja. Gak papa lah yg penting dapur ngebul.. Apalagi dengan medsos yg sudah menjadi acuan para treker parabola maka jangan heran jika ada parabola gratis yg dapat menyaksikan siaran premium dengan syarat hoby utak atik parabola dan sering mengupdate di forum-forum facebook.
Ini mungkin tak mengenakkan tapi harus diperhatikan juga oleh para senior dunia persatelitan, yaitu generasi milenial kelahiran 2000 an yg semakin lengket dengan gadget Smartphone nya. Pernah suatu hari penulis mendapat panggilan gangguan di sebuah kos yg saya pasangkan TV satelit, alangkah terkejutnya ketika saya tanyakan "mas siaran yg gangguan ch apa? " Jawabannya diluar dugaan "ya jelek semua sih soalnya saya gak pernah liat lagi, udah ada HP" . Nah generasi milenial kini kebanyakan menonton TV atau youtube di HP sedangkan televisi hanya buat main game console (inipun sudah berkurang). Ya benar saja platform OTT (Over The Top) macam vidio dot com , metube , kodi dan lain sebagainya baik gratisan , berbayar atau hasil Crack sudah lazim dan liat saja bagaimana 10 tahun ke depan. Sepertinya saya harus mulai memikirkan cara modifikasi siaran parabola yg nantinya di streaming wifi lokal agar tidak menghabiskan quota internet. Memang fasilitas receiver dengan webserver sudah umum di receiver parabola kelas wahid namun kurang di oprek di bagian OTT smartphone nya. Boleh juga ide ini...tapi jangan di bajak ya..hehehe
Jadi kiranya benar hanya perubahan lah yang abadi, badan boleh menua tapi OLD SOLDIER NEVER DIE ...begitu katanya, terus belajar kuncinya serta beradaptasi agar survive.