Pada 1986, pemerintah menerapkan kebijakan langit terbuka atau open sky policy dengan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi No. Km/49/PL.104/MPPT-86 tanggal 20 Agustus 1986. Dengan kebijakan ini, masyarakat diperbolehkan memakai antena parabola untuk menangkap siaran televisi selain TVRI. Kebijakan ini menjadi pondasi awal bagi industri televisi swasta Indonesia.
Pada 21 Agustus 1987, Bambang Trihatmojo, Peter Sondakh, dan Peter Gontha mendirikan stasiun televisi swasta pertama di Republik Indonesia, Rajawali Citra Televisi Indonesia atau RCTI di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Izin siaran RCTI diperoleh pada 1 Januari 1987. Kompleksnya mulai dibangun pada 23 Juni 1988 dan siaran percobaan dimulai pada 13 November 1988 dan menjadi siaran televisi swasta pertama di Indonesia.
Siaran percobaan dapat disaksikan oleh semua pemilik televisi di Jakarta sampai 20 November 1988 dan setelahnya, mereka diharapkan memasang dekoder agar dapat menonton RCTI yang digratiskan dari iuran bulanan sampai Maret 1989, cukup membayar untuk dekodernya saja. RCTI memulai siaran resmi setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 Agustus 1989, bertepatan dengan 27 tahun sejak TVRI memulai siaran perdana. Pada mulanya, hanya mereka yang memiliki dekoder saja yang dapat menyaksikan siaran RCTI. Untuk memperoleh dekoder, masyarakat pada waktu itu dikenakan harga Rp131.000 (setara dengan Rp1.697.452 pada 2018 disesuaikan dengan inflasi) dan iuran bulanan sebesar Rp15.000 - Rp30.000 (setara 200-300 ribu pada masa sekarang).
Sejak ada siaran RCTI, bioskop sepi pengunjung. Menurut Manajer Bioskop Galaxy Group Doso Wardoyo, bahkan ada satu pertunjukan film yang hanya ditonton 37 orang. “Rata-rata merosot 50 persen,” kata Doso, 4 September 1990. Ia menjelaskan fenomena itu berlangsung di seluruh bioskop grup perusahaannya di Bogor.
Selain itu, diperoleh keterangan juga dari pemilik rental kaset video “Irama Nusantara”, Faruk Sungkar. Jumlah penyewa kaset video juga turun sampai 50 persen. Hal itu juga diamini Ketua Pengedar Video Kabupaten dan Kotamadya Bogor Edward Saputra. Ia pun melakukan verifikasi data pada 35 rental di Bogor untuk keterangan lebih lanjut.
Hadirnya RCTI juga meningkatkan pemasaran antena UHF (Ultra High Frequency), juga televisi berwarna. Soalnya pada saat itu, mayoritas TV di rumah-rumah warga masih hitam-putih. Pedagang pun ramai-ramai menaikkan harga sampai Rp 30.000 padahal dulu banderol antena UHF hanya sekitar Rp 12.500. Sementara pesawat televisi berwarna dengan ukuran 14 inci makin laris. Meskipun warga harus membayar Rp 500.000-an per unit.
Berikut ini dokumentasi siaran perdana - trial RCTI minggu 13 November 1988 yang hanya dapat ditangkap di wilayah jakarta dan sekitarnya.
0 komentar:
Posting Komentar