Semua Tentang Belajar Teknologi Digital Dalam Kehidupan Sehari - Hari

  • IC Timer 555 yang Multifungsi

    IC timer 555 adalah sirkuit terpadu (chip) yang digunakan dalam berbagai pembangkit timer, pulsa dan aplikasi osilator. Komponen ini digunakan secara luas, berkat kemudahan dalam penggunaan, harga rendah dan stabilitas yang baik

  • Ayo Migrasi TV Digital

    Kami bantu anda untuk memahami lebih jelas mengenai migrasi tv digital, apa sebabnya dan bagaimana efek terhadap kehidupan. Jasa teknisi juga tersedia dan siap membantu instalasi - setting perangkat - pengaturan antena dan distribusi televisi digital ke kamar kos / hotel

  • Bermain DOT Matrix - LOVEHURT

    Project Sederhana dengan Dot Matrix dan Attiny2313. Bisa menjadi hadiah buat teman atau pacarmu yang ulang tahun dengan tulisan dan animasi yang dapat dibuat sendiri.

  • JAM DIGITAL 6 DIGIT TANPA MICRO FULL CMOS

    Jika anda pencinta IC TTL datau CMOS maka project jam digital ini akan menunjukkan bahwa tidak ada salahnya balik kembali ke dasar elektronika digital , sebab semuanya BISA dibuat dengan teknologi jadul

  • Node Red - Kontrol Industri 4.0

    Teknologi kontrol sudah melampaui ekspektasi semua orang dan dengan kemajuan dunia elektronika, kini semakin leluasa berkreasi melalui Node Red

Selasa, 27 November 2018

Siaran langsung olahraga bergeser ke streaming ?



"...yang abadi hanyalah perubahan" ..era berganti peluang dilihat lalu uang didapat, yang tak berubah akan mati ..

Begitu kiranya yg saya amati dari dunia televisi saat ini. Masih teringat jelas bagaimana fredy mercury mengeluh siaran RADIO GAGA kesayangannya mulai tersaingi televisi dan The Buggles menyebut dengan lantang dalam lirik lagu "video killed the radio star" saat MTV meluncurkan acara musik 24 jam tahun 1980. Perubahan inipun sangat dipengaruhi bagaimana perilaku dan trend kaum muda yang menjadi pasar yg potensial bagi pebisnis media. Yang terjadi pada episode berikutnya saat era milenium bergulir, muncul lagu parodi  "internet killed the video star", yg penulis pernah dengar sekitar tahun 2001. Ya tentunya jaman milenium awal,  internet tercepat dikampus via satelit VSAT hanya 128 kbps dan masih sangat jauh ceritanya jika televisi akan dikalahkan internet.


Penyedia layanan TV berbayar di era 2000 an mengalami masa jayanya dengan semakin murahnya teknologi DVB via satelit maupun cable, dengan penetrasi pasar yg umumnya di kota besar dengan karakteristik lahan rumah yg sempit menjadikan parabola mini menjadi idola demi menonton siaran TV premium. Sedangkan pada penyedia TV kabel hanya bisa melayani di kota2 besar secara komersial walau di pelosok Indonesia bertebaran TV kabel analog lokal. 



Dekade milenial berikutnya ditandai dengan semakin tingginya bandwith internet melalui layanan 4G / LTE atau Fiber optic ke rumah. IPTV menjadi the next big things dari dunia televisi dengan layanan catchup , rewind dan VOD (video on demand) . Kini kendali menonton TV benar ada di tangan pemegang remote karena semakin banyak pilihan tayangan. Tapi sepertinya ada tantangan dari kaum milenial yg terlahir terbiasa memegang SMARTPHONE. Mereka hanya menggunakan TV untuk jadi anak patuh demi menemani orang tuanya menonton tv.


Benar saja layanan streaming TV yg 10 tahun lalu hanya menjadi cara ilegal menonton TV premium menjadi sesuatu yg benar-benar mencengangkan. Penulis mengikuti benar layanan streaming ilegal saat era P2P streaming lewat sopcast, ketika comcast di amrik sana  dengan tanpa enkripsi membuka port untuk play saluran TV melalu jaringan internet. Dan tentu saja pelopornya cracker asal china yg saat itu menyediakan beberapa software p2p streaming. Setelah IPTV menjadi platform umum menonton tv kabel maka layanan TV ilegal menjadi bergeser ke KODI yg memanfaatkan pengembang open souurce dengan menyebarnya repository dan layanan add ons. Penulis sempat menikmati kejayaan menonton KODI via android box TV sampai saat ajalnya ketika hampir semua repository terkenal di grebeg dan pembuatnya dikenakan hukuman pelanggaran hak cipta. 



Supersoccer TV mungkin dahulunya hanya dianggap iklan rokok oleh penonton siaran bola di TV Indonesia dan benar saja saya pun demikian. Ketika Serie A musim 2016 diambil exclusive oleh SSTV dimulailah era baru menonton TV lewat smartphone alias streaming di Indonesia. Infrastruktur Internet dan permainan kuota FUP dari operator sempat membuat layanan sport streaming ini seperti terlalu mahal karena selain bayar bulanan pengguna juga harus merogoh kocek lebih untuk beli kuota internet. 

Cerita berlanjut dengan masuknya pemain televisi tradisional ke dunia streaming seperti vidio dot com atau mnc mobile / me tube . Ini tidak lepas dari proyeksi bisnis televisi  diluar negeri sana yg menjadi kiblat pelaku televisi Indonesia, cenderung mengarah ke streaming semuanya. Amazon fire stick, roku, netflix,  bahkan yg mengehbohkan Facebook melirik pasar india sebagai laboratorium layanan tv streaming dengan membeli hak siar serie A  secara exclusive di tahun 2018. Yang gak kalah serunya kita nantikan kehadiran MOLA TV yg memenangkan hak siar Liga inggris 2019 s/d 2021 di Indonesia dan MOLA TV mengaku  sebagai platform TV Streaming. 



Dengan nilai bisnis yg menyentuh angka triliunan rupiah, platform baru ini akan menjadi pertaruhan besar bagi investor penyedia layanan streaming, sebab pengalaman penulis yg kurang mengenakkan saat menonton bareng final Champions League 2018 antara Liverpool vs Real madrid. Saat itu penulis bergabung bersama ribuan orang di acara nonton bareng di Sutos surabaya dengan sponsor utama Bein Sport Connect yg menyediakan streaming dilayar super besar. 

Apa yg terjadi ? LAG dan Buffering ! Di salah satu sudut cafe kecil yg menyetel siaran SCTV dari antena UHF sudah berteriak GOOL saat benzema membobol gawang karius. Dan dilayar besar beinsport connect para penonton keheranan karena gol telat hampir 20 detik dan menyuruh panitia untuk merubah menyetel SCTV . Keriuhan pun muncul saat gol balasan sadio mane beberapa menit berikutnya dan layar besar menjadi buffering. Dan dapat ditebak akhirnya siaran UHF SCTV yg diputar di layar besar. 

Kejadian ini bukan hanya di lokal sini saja (maklumlah infratruktur internet Indonesia bisa di kambing hitamnkan), karena menurut mbah google, banyak penonton superbowl ( final sepakbola gaya amerika ) yg sudah membayar mahal untuk siaran Pay Per View tanpa Iklan melalui streaming amazon, ternyata terjadi buffering dan delay. Hebohlah dunia televisi streaming. Tapi ini tidak menyurutkan minat para investor dan pelaku bisnis streaming, ini terbukti dengan jatuhnya hak siar NFL NHL MLB dan hampir semua siaran olahraga favorit di amerika sana ke tangan layanan streaming DAZN. 

Jadi siapkah anda menyambut siaran langsung olahraga melalui TV streaming dengan tambahan lag dan delay di Indonesia?  



Share:

[crypto] Berjodohkah saya dengan dunia Crypto Economics ?


Dunia digital merupakan dunia saya. Ya tentu saja sejalan dengan tema blog ini yg selalu membahas tentang dasar teori sampai solder menyolder elektronika digital. Sangat meng-asyikkan memang kalau melakukan sesuatu yg merupakan hoby sejak kecil, memang sih capek melakoninya namun tidak akan terasa walau  berjam-jam di depan komputer coding microcontroler, menyusun IC CMOS untuk lampu led berjalan bahkan sampai kegiatan treking sinyal satelit atau TV digital. Jika lagi mood menulis pasti saya bagi ilmu yg saya dapat dari hasil eksperimen saya pada blog ini. Kepuasan yg saya dapat melebihi apapun, terang saja jika pembaca hoby nya mancing, maka laut dibelahan bumi manapun mungkin akan di-casting demi sensasi tarikan ikan yg MANTAP.

Dunia digital setelah era saya beranjak dewasa ditandai dengan beberapa perkembangan yg sangat cepat dan harus di ikuti agar tidak tergilas jaman. Sebagai orang yg selalu ingin update dunia digital terbaru maka kira-kira secara flashback sejak saya lulus kuliah, dunia digital di kepala saya memiliki cerita seperti ini:

AVR => ARDUINO => IOT => CRYPTO 

Mungkin bagi setiap orang berbeda jalan ceritanya tapi secara garis besar itulah yg terlintas, jika anda mengikuti blog ini mungkin pembahasan sampai IOT sudah sering saya bahas, lalu bagaimana dengan crypto? Belum pernah saya tulis memang walau sebenarnya saya memiliki hubungan putus nyambung dengan dunia crypto. Begini kisah saya.


Gambar diatas adalah power supply switching yg umum dipakai diperangkat elektronika dan perangkat inilah yg membawa saya mengenal dunia krypto pada sekitar tahun 2011.Saat itu saya sedang semangatnya menyusun blog ini dan beberapa project solderan yg saya dapat sering kali saya tulis untuk pembaca (sebenarnya tujuannya menghemat memori otak). Saat itu seorang pembaca menawari saya untuk repair power supply dari alat yg asing bagi saya yaitu "miner bitcoin". Pikiran saya... "apapula itu ?"  saya gak ambil pusing fokus membelikan bapak itu power supply baru sesuai spesifikasi. Dan alangkah terkejutnya saya ketika saya bawakan power supply dirumahnya terdapat susunan komputer dengan VGA berejer serta  beberapa miner FPGA yg saat itu (2011) masih cukup digunakan mining bitcoin. Tak peduli apa itu bitcoin, mining , rig, hash yg penting power supply switchingnya dapat berfungsi dengan baik.



Ditahun 2011 itu saya menyibukkan diri di pekerjaan kantor dan beberapa project elektronika yg saya kerjakan sendiri. Jadi gak terbesit pikiran sama sekali tentang kripto sampai suatu hari bapak yg repair switching minernya menelpon saya dan mengajak berdiskusi tentang miner FPGA dan kebetulan saja ilmu FPGA masih ada tapi sudah tidak up-to-date sejak lulus kuliah 2003. Saya seperti kebingungan memasukkan logika mata uang kripto saat itu kedalam perangkat elektronik dan saya hanya menerima saja apa yg di jelaskan oleh bapak miner tadi. Dan tentu saja karena tidak nyambung dengan dunia microcontroller maka dengan sukses hal ini berlalu melintas saja dari kuping kiri ke kanan.

Kenapa tidak bisa mining dengan microcontroller ? Kenapa harus memakai FPGA ? Kenapa kemudian FPGA ditinggalkan dan beralih ke GPU atau VGA card mining ? Apa itu ASIC mining? Susah untuk dicerna bagi orang awam tapi saya berusaha menjelaskan secara bahasa orang awam.

Butuh usaha keras untuk meng-analogikan dengan kejadian di dunia sehari-hari, tapi gampangnya gini saja kita pakai analogi berbelanja model FJB kaskus jaman dulu dengan menggunakan REKBER alias orang ke 3 yg menyediakan rekening bersama yg nantinya pembeli mentransfer ke rekening bersama dan penjual akan dibayar atau ditransfer hasil jualannya setelah pembeli melapor barang diterima dengan baik. Si pemilik rekber ini akan menarik FEE tertentu untuk transaksi tersebut. Seperti itu mungkin analogi yg termudah,  jelasnya seperti gambar diatas atau penjelasan seperti ini:

  1. Orang (A) mempunyai dana crypto dalam "wallet" , paling umum BTC (bitcoin) atau ETH (ethereum) 
  2. Orang (B) sama-sama memiliki wallet dan menjual barang dagangan ke (A)
  3. Orang (A) mengirim sejumlah uang crypto semisal 1 BTC ke Orang (B)
  4. Network dari BTC akan mendeteksi transaksi ini dan membroadcast ke orang(C s/d Z) .."hei ada transaksi nih..tolong di verifikasi dan catatkan di jurnal transaksi"
  5. Orang (C s/d Z) inilah yg dinamakan MINER dan berlomba cepat2an melakukan verifikasi transaksi antara orang (A) dan orang (B) , dengan imbalan FEE tertentu. 
  6. Saking banyaknya orang yg mau verifikasi, maka oleh system diberikan pertanyaan matematika dengan tingkat kesulitan sesuai level yg ditentukan regulator (dinamakan HASH algoritma). Makin sulit pertanyaan yg harus dipecahkan makin malas orang mining atau memverifikasi, tapi jika FEE nya besar maka para miner semangat tentunya.
  7. Untuk melakukan cepat-cepatan menjawab soal inilah diperlukan tingkat komputasi PARALEL PROCESSING mutlak diperlukan dan ini tidak bisa dilakukan oleh processor biasa maupun microcontroller yg melakukan eksekusi coding sequencial/berurutan. Bahkan sekarang mining dilakukan oleh perangkat chip custom / ASIC yg dibuat khusus untuk mining kripto.
  8. Siapa cepat dia dapat FEE alias uang mining , dan transaksi antara orang (A) dan orang (B) ter-verifikasi.



Mumet mas broo? siapapun akan mumet kalau hanya membaca saja, harus dipraktekkan langsung nyata seperti yg saya sering lakukan. Tanpa praktek ujungnya bingung lhoo. Tahun 2011 masih bisa kita melakukan mining kecil-kecilan menggunakan komputer dan secara manual memecahkan pertanyaan hash nya. Seingat saya satu kantor saat itu demam crypto sampe akhirnya bosen karena tak pernah dapat uang miningnya, mungkin inilah yg menyebabkan pemahaman saya tentang crypto agak sedikit lebih mudah meng-analogikan nya ke kehidupan sehari-hari...maklum lah udah duluan tau... 


Tahun berlalu dan saya hanya sebagai "silent reader" saja, pengamat bukan , miner juga bukan hanya bisa menjawab kalau ada teman atau saudara yg sedang posting mengenai bitcoin di timeline FB atau grup WA , maklum saya mengerti dasarnya saja. Dan ....Penyesalan terjadi saat 2016 - 2017 kegilaan cryptocurency muncul, makin banyak aja teman yg bertanya dan menganggap saya adalah "miner" yg ketiban rejeki nomplok. Tapi ketika ada pertanyaan  mengenai crypto ke saya, disitulah saya merasa sangat sedih . Kenapa tahun 2011 saat 1 BTC hanya berharga dibawah 10 ribu rupiah dan saya hanya melewatkannya tanpa membelinya ? "Ahhh bukan rejekimu..." kata teman saya ...iya bukan rejeki saya tapi rejeki bapak yg 2011 itu saya benerkan power supply miner nya. Ya sudah lupakan saja.




Saat dimana saya merasa kurang berjodoh dengan dunia kripto ini entah kenapa diakhir 2017 seperti dipaksa untuk membaca blog dan video youtube mengenai penggunaan crypto di diluar dunia jual beli. Ternyata apapun bisa di-cryptokan seperti tanpa ada batasannya,  sampai membeli kucing dan anjing pun bisa di crypto kan. Ya memang bisa saja "analogi" jasa verifikasi bisa digunakan, misal anda membeli anjing di petshop lewat online, maka sang verifikator /miner  akan mengecek apakah anjing lucu digambar sesuai dengan yg di pet shop. Seperti itulah yg saya bisa analogikan, tapi yg mencuri perhatian saya adalah saat ICO ( intial coin offering) atau  penawaran coin dari suatu platform trading berbasis crypto algoritm yg lebih masuk akal untuk di lakukan peng-kripto-an. Membaca white paper, time line dari projectnya dan orang-orang pintar dibelakangnya membuat saya lebih sreg, karena tidak terburu-buru menjanjikan keuntungan muluk-muluk.


Agar tidak terlalu panjang akan saya bahas platform crypto "trade io" yg selama setahun ini saya pantau terus perkembangannya,  di postingan selanjutnya. Sampai ketemu disana ya....



Share:

Senin, 26 November 2018

Pertarungan abadi antara Kabel & Nirkabel


Sebuah satir yang cenderung sarkastik tapi tetap menggelikan tersebar luas dimedia sosial beberapa saat yg lalu. Langsung terbayang bagaimana pengalaman penulis yg saat itu naik motor menghindari untaian kabel fiber optik yg melintang terlalu rendah didepan komplek perumahan, mungkin karena hujan malam sebelumnya mengakibatkan klem atau pengikat kabelnya terlepas. Akhirnya dengan sukses kabel terputus oleh truk sampah yg melintas dibelakang saya. Seingat saya jaman kabel telpon sudah lewat nihh..maklum ingatan saya kalau kabel-kabel yg menjuntai seperti ini hanya saya temukan di era 90-2000 an dimana layanan telpon menggunakan kabel tembaga ke rumah hampir dipastikan ada di setiap rumah. Dan ketika penulis menjadi buruh di dunia seluler makin banyak kabel yg dibabat telkom karena semakin banyak pelanggan telkom yg beralih ke FWA (fixed wireless access) macam Telkom Flexi atau Fren. Kenapa sekarang muncul lagi ya fenomena hutan kabel ?



Gambar diatas bukan di jepang looo...itu di salah satu jalan di Surabaya yg sedang ketiban rejeki dimana november 2018 menjadi bulan spesial setelah 10 tahun lamanya pohon Sakura KW atau Tabebuya ini di tanam oleh walikota tercinta ibu Risma. Penulis sempat mengamati beberapa kali waktu mekar kembang bunga tabebuya ini selalu di bulan November dan di tahun 2018 menjadi yg paling meriah karena musim kemaraunya yg cukup panjang. Lalu apa hubungannya dengan kabel & Nirkabel ? Liat sendiri deh background kurang mengenakkan dari gambar diatas, ada yg sedikit mengganjal dari untaian kabel yg mungkin tidak ditemukan di versi gambar Bunga Sakura yg asli bukan KW.


Kembali ke topik pertarungan wired vs wireless yg sudah ada semenjak faraday menemukan efek magnetisme dalam aliran listrik, bersambung kemudian dengan telegraph nya morse, telepon nya Alexander graham bell, Rumusnya maxwell, Radionya marconi, Listrik nya tesla, Tv nya farnsworth dan sebagainya. Penyempurnaan dari teknologi sebelumnya akan kembali berulang disempurnakan kembali dengan teknologi rival yg sebelum nya "dikalahkan" . Bersambung ke jaman now yg mungkin lebih mudah dipahami pembaca, wireless sangat memudahkan pengguna nya. Bayangkan penyanyi rock tahun 80an harus diam statis gak bisa jingkrak-jingkrak jauh karena terbatas oleh panjang kabel. Ketika era mic wireless muncul maka AXL rose bisa leluasa berlari kesana kemari dan ini gak akan bisa dilakukan jimi hendrik di era 60an.




Era milenium ditandai dengan berkembangnya dunia seluler yg bukan hanya menawarkan layanan telefoni saja akan tetapi semakin lama menuju ke layanan DATA internet. Sebelumnya orang merasa terbebaskan oleh belenggu kabel telepon, kini bebas bergerak mobile kemana-mana . Saat orang merasa telepon hanya satu dimensi suara saja, kemudian manusia menciptakan komunikasi antar orang dengan dimensi suara + gambar melalui yg namanya voice call dan tentunya dibutuhkan layanan seluler 3G yg memakan bandwith data lebih besar. Pada jaman awal 3G di gelar umumnya jalur transmisi antar menara ke sentral telekomunikasi cukup menggunakan jalur radio microwave. Akan tetapi seperti yang disadari semua orang yg berkecimpung di dunia "radio" maka disadari spektrum frekuensi adalah barang langka yg harus di susun penggunaannya agar tidak saling mengganggu. Nah disinilah solusi yang diberikan oleh penyedia teknologi adalah kembali ke KABEL.




Serat optik menjamin bandwith yg lebih besar secara point to pint sehingga untuk layanan 3G - 4G dan generasi selanjutnya mutlak menggunakannya sebagai jalur transmisi dari tower pemancar ke sentral switching nya. Sepertinya jika kita ambil kesadaran paling dasar,  bahwa teknologi wireless seluler ini tidak semuanya tanpa kabel, ada sisi teknologi yg mengharuskan penggunaan kabel dari ponit to point.

Optik Bandwith tinggi ke rumah-rumah untuk layanan triple play ( Telepon - Internet - IPTV) kini mulai juga dilirik sebagai ladang bisnis bagi operator telekomunikasi di Indonesia. Dengan permintaan yg sangat tinggi inilah menyebabkan muncul beberapa layanan Fiber to Home walau kalau dilihat dari perkembangannya masih tertinggal 5 tahun dari negara lainnya (paling dekat dengan singapura atau malaysia ). Mungkin setelah dilihat pasar negara lain profitable barulah disini berani dijual. Maka bermunculanlah proyek REBOISASI hutan kabel di kota-kota besar di Indonesia.





Kapankah pihak wireless akan membalas? Layak ditunggu dan akan saya nantikan saat itu dan pastinya akan menulisnya dalam episode " WIRELESS STRIKE BACK " 


Share:

Kamis, 04 Oktober 2018

Persaingan Televisi Satelit Berbayar di Pasar Indonesia Yg Sempit Dan Gempuran TV Generasi Milenial



Nonton televisi kok bayar ? Pernah terdengar gak di telinga pembaca kata-kata TV harus gratis ! Ya ini realita yg saya alami sejak dulu kala masa ketika HBO ESPN STAR CARTOON NETWORK dan MTV masuk di palapa dan ternyata hanya MTV yg bertahan bebrapa bulan kemudian tanpa diacak. Juga terlintas di memory saya bagaimana kesalnya sekeluarga saat EURO 96 babak semifinal antara inggris vs jerman harus diacak SCTV. Ya itu mungkin awal dari pengacakan siaran premium - film dan olahraga di persatelitan Indonesia. Tak berselang lama Era TV berbayar muncul dengan Indovision mengudara di palapa. Lalu umpatan dan cacian para pengguna parabola pun bermunculan dimana mana , terutama saat piala dunia 2002 diacak RCTI dan harus menggunakan tv berbayar.

Gak ada yg salah kok membayar untuk menonton televisi satelit karena akan menjadi lebih mudah bagi seseorang yg tidak hobi utak atik parabola. Dapat dibayangkan tidak semua orang dapat menyeting parameter saluran tv satelit digital. Ya betul , dengan perangkat STB atau decoder yg otomatis maka channel akan langsung terupdate dan tersedia siarannya sesuai paket yg telah dibayar. Mungkin karena kita di Indonesia terbiasa disuguhkan siaran langsung GRATIS acara TV premium semacam liga sepakbola , Film block buster atau olimpiade di era 90an, jadinya ketika era 2000an terasa bagi beberapa orang, siaran TV swasta walau semakin banyak stasiunnya namun acaranya cenderung sinetron produksi lokal. Saya beruntung sekali menikmati kejayaan menonton serial TV amrik macam X files, Baywatch , Mac Gyver dsb gratis di TV UHF. Lihatlah era 2000an keatas, siaran TV amrik hanya bisa ditonton di TV kabel kecuali mau menonton tv dinihari (itupun  sudah seri yg jadul). Siang harinya apa gak sekolah atau kerja?


Perkembangan televisi satelit D2H (Direct to home) di Indonesia awalnya merupakan monopoli skyvison group (indovision kemudian jadi mnc vision), tanpa persaingan yg berarti dari penyedia kabel tv kabelvision yg hanya beroperasi di kota besar saja. Layanan luas diseluruh Indonesia bahkan sampai ada berita di sebuah blog jikalau STB indovision sampai di perjual belikan di Fiji. Peluang muncul ketika UU anti monopoli mengharuskan ada pesaing di bisnis tv satelit berbayar dan ini diambil oleh astro nusantara dan telkom Indonesia. Kacaunya persaingan terlihat ketika astro nusantara di perkarakan karena telah mengeksklusifkan beberapa ch premium macam HBO, Discovery dll terutama hak siar liga inggris. Apalagi astro nusantara menjual paket dengan harga sangat jauh dibawah pesaingnya. Dapat ditebak astro nusantara yg dari malaysia di obok-obok dengan pasal-pasal ijin usaha dan harus wafat setelah 2 tahun (2006 - 2008)



Berikut ini sedikit timeline dari beberapa TV satelit berbayar yang masih dan pernah hidup di Indonesia

  • Indovision - MNC Vision  (Masih On Air di Ses 7)
  • TelkomVision - Transvision (Masih On Air di Measat 3)
  • Astro Nusantara (Wafat 2008)
  • Aora (Wafat 2015 - tapi sewa transponder masih jalan di thaicom 4 sehingga FTA 9 chanel)
  • Centrin (Wafat 2013)
  • K vision ( Masih On air Measat 3, Telkom dan palapa - Di akuisisi MNC Group)
  • Orange TV ( Wafat 2018)
  • Matrix TV ( Masih On air di palapa-telkom dan ses9)
  • Topas TV ( Minggat mei 2020)
  • Skynindo (Masih On Air di chinasat 10)
  • Big TV (OFF Air juni 2020 )


Terdapat juga layanan model Free To View dengan menggunakan receiver khusus tanpa harus membayar langganan. Siaran yg dihadirkan rata-rata bukan channel premium.

  • Ninmedia (On Air di Chinasat 11)
  • SMV Freesat (On Air di ABS 2A)


Ketatnya persaingan apalagi dengan munculnya siaran parabola mini ku band tanpa biaya bulanan membuat para "senior" di dunia per-satelitan berbayar harus memutar otak. Keluarlah beberapa layanan prabayar alias isi ulang yg sangat flexible dalam pengisian paket vouchernya. Pola lain adalah paket beli lepas perangkat menjadi hak milik dan mendapatkan siaran premium dalam jangka waktu tertentu. Permainan ide marketing yg saling tiru meniru ini juga terjadi di berbagai platform TV berbayar baik satelit maupun kabel. Yang terbaru adalah pola meng-gratiskan siaran tv "lokal" dan "internasional" terutama televisi swasta lokal, daerah, religi dan tv berita internasional yg memang kurang terkenal macam al jazera atau NHK. Saya kurang tau juga akan tetapi menurut analisa saya TV internasional ini memang meng-gratiskan relay siarannya.


Saling serobot pelanggan pun sangat lazim terjadi, apalagi jasa modif dari TV berbayar ke TV satelit FTV. Mengenakkan juga bagi teknisi parabola karena kerjaan akan ada terus asal mau memasang muka tembok saja. Gak papa lah yg penting dapur ngebul.. Apalagi dengan medsos yg sudah menjadi acuan para treker parabola maka jangan heran jika ada parabola gratis yg dapat menyaksikan siaran premium dengan syarat hoby utak atik parabola dan sering mengupdate di forum-forum facebook.




Ini mungkin tak mengenakkan tapi harus diperhatikan juga oleh para senior dunia persatelitan, yaitu generasi milenial kelahiran 2000 an yg semakin lengket dengan gadget Smartphone nya. Pernah suatu hari penulis mendapat panggilan gangguan di sebuah kos yg saya pasangkan TV satelit, alangkah terkejutnya ketika saya tanyakan "mas siaran yg gangguan ch apa? " Jawabannya diluar dugaan "ya jelek semua sih soalnya saya gak pernah liat lagi, udah ada HP" . Nah generasi milenial kini kebanyakan menonton TV atau youtube di HP sedangkan televisi hanya buat main game console (inipun sudah berkurang). Ya benar saja platform OTT (Over The Top) macam vidio dot com , metube , kodi dan lain sebagainya baik gratisan , berbayar atau hasil Crack sudah lazim  dan liat saja bagaimana 10 tahun ke depan. Sepertinya saya harus mulai memikirkan cara modifikasi siaran parabola yg nantinya di streaming wifi lokal agar tidak menghabiskan quota internet. Memang fasilitas receiver dengan webserver sudah umum di receiver parabola kelas wahid namun kurang di oprek di bagian OTT smartphone nya. Boleh juga ide ini...tapi jangan di bajak ya..hehehe

Jadi kiranya benar hanya perubahan lah yang abadi, badan boleh menua tapi OLD SOLDIER NEVER DIE ...begitu katanya, terus belajar kuncinya serta beradaptasi agar survive. 






Share:

Kontak Penulis



12179018.png (60×60)
+628155737755

Mail : ahocool@gmail.com

Site View

Categories

555 (8) 7 segmen (3) adc (4) amplifier (2) analog (19) android (14) antares (11) arduino (27) artikel (11) attiny (3) attiny2313 (19) audio (5) baterai (5) blog (1) bluetooth (1) chatgpt (2) cmos (2) crypto (2) dasar (46) digital (11) dimmer (5) display (3) esp8266 (26) euro2020 (13) gcc (1) gsm (1) iklan (1) infrared (2) Input Output (3) iot (75) jam (7) jualan (12) kereta api (1) keyboard (1) keypad (3) kios pulsa (2) kit (6) komponen (17) komputer (3) komunikasi (1) kontrol (8) lain-lain (8) lcd (2) led (14) led matrix (6) line tracer (1) lm35 (1) lora (11) lorawan (2) MATV (1) memory (1) metal detector (4) microcontroller (70) micropython (6) mikrokontroler (2) mikrokontroller (14) mikrotik (5) modbus (9) mqtt (3) ninmedia (5) ntp (1) paket belajar (19) palang pintu otomatis (1) parabola (88) pcb (2) power (1) praktek (2) project (33) proyek (1) python (8) radio (28) raspberry pi (9) remote (1) revisi (1) rfid (1) robot (1) rpm (2) rs232 (1) script break down (3) sdcard (3) sensor (2) sharing (3) signage (1) sinyal (1) sms (6) software (18) solar (1) solusi (1) tachometer (2) technology (1) teknologi (2) telegram (2) telepon (9) televisi (167) television (28) telkomiot (5) transistor (2) troubleshoot (3) tulisan (94) tutorial (108) tv digital (6) tvri (2) vu meter (2) vumeter (2) wav player (3) wayang (1) wifi (3) yolo (7)

Arsip Blog

Diskusi


kaskus
Forum Hobby Elektronika